Selasa, 03 Juli 2012

Tanggapan Tentang Undang-Undang Perindustrian


STUDI KASUS: Pabrik yang memproduksi minuman keras (miras) jenis "Celebes dan Radja`s" ternyata tidak mengantongi izin usaha industri."Hasil penyidikan dilakukan kepolisian, pabrik tersebut tidak memiliki izin usaha industri yang dikeluarkan instansi terkait’, kata Kapolda Sulut Brigjen Bekto Suprapto, kepada wartawan, Kamis di Manado terkait penanganan kasus tewasnya dua mahasiswa di Manado yang diduga akibat mengkonsumsi miras tersebut. Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulut, AKBP Benny Bella mengatakan, hasil penyidikan kepolisian, kedua jenis miras tersebut mengandung metanol yang membahayakan bagi tubuh manusia. Kedua jenis miras tersebut diproduksi PT Sumber Jaya Makmur, dan produk Radja`s merupakan minuman beralkohol golongan B dengan kadar 14,5% sementara Celebes minuman beralkohol golongan C dengan kadar 25,1%. Dalam penanganan kasus ini, kepolisian telah menetapkan seorang tersangka yakni ML alias Maria yang merupakan pemilik pabrik miras jenis "Celebes dan Raja"s tersebut. Tersangka itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan. Sebelumnya, dua mahasiswa salah sebuah perguruan tinggi di Manado, masing-masing AT alias Astri dan RS alias Rocky tewas diduga setelah mengkonsumsi miras tersebut di "Marcopolokafe" dan "Java kafe". Selain itu terdapat dua orang lainnya mengalami gejala kebutaan serta delapan orang mengalami gangguan kesehatan seperti mual-mual dan pusing sehingga harus mendapatkan perawatan intensif dari dokter. Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1 berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industry baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. PT. Sumber Jaya Makmur tersebut jelas telah melanggar undang-undang perindustrian. Sanksi terhadap pelanggaran oleh perusahaan tersebut sebagaimana tertulis dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24 ayat 1, yaitu Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (duapuluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Tanggapan saya mengenai studi kasus tersebut diatas adalah jelas bahwa perusahaan tersebut memproduksi minuman keras yang beralkohol lebih dari 10% yang pastinya pun akan berdampak tidak baik bagi tubuh manusia jika mengkonsumsinya. Terlebih perusahaan tersebut tidak mengantongi izin produksi. Hal itu merupakan pelanggaran yang cukup berat dan harus diadili menurut hukum yang berlaku. Pemerintah sebaiknya harus cepat tanggap terhadap masalah-masalah seperti ini. Sebaiknya sebuah perusahaan di Indonesia baik minuman atau makanan harus mempunyai izin terlebih dahulu dari BPOM serta pula mendapat label Halal dari MUI di Indonesia. Dan alangkah baiknya jika kita tidak mengkonsumsi minuman keras karena hal tersebut pun dilarang dalam agama serta tidak baik pula untuk kesehan kita sendiri.

Tanggapan Tentang Undang-Undang Perindustrian


STUDI KASUS: Pabrik yang memproduksi minuman keras (miras) jenis "Celebes dan Radja`s" ternyata tidak mengantongi izin usaha industri."Hasil penyidikan dilakukan kepolisian, pabrik tersebut tidak memiliki izin usaha industri yang dikeluarkan instansi terkait’, kata Kapolda Sulut Brigjen Bekto Suprapto, kepada wartawan, Kamis di Manado terkait penanganan kasus tewasnya dua mahasiswa di Manado yang diduga akibat mengkonsumsi miras tersebut. Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulut, AKBP Benny Bella mengatakan, hasil penyidikan kepolisian, kedua jenis miras tersebut mengandung metanol yang membahayakan bagi tubuh manusia. Kedua jenis miras tersebut diproduksi PT Sumber Jaya Makmur, dan produk Radja`s merupakan minuman beralkohol golongan B dengan kadar 14,5% sementara Celebes minuman beralkohol golongan C dengan kadar 25,1%. Dalam penanganan kasus ini, kepolisian telah menetapkan seorang tersangka yakni ML alias Maria yang merupakan pemilik pabrik miras jenis "Celebes dan Raja"s tersebut. Tersangka itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan. Sebelumnya, dua mahasiswa salah sebuah perguruan tinggi di Manado, masing-masing AT alias Astri dan RS alias Rocky tewas diduga setelah mengkonsumsi miras tersebut di "Marcopolokafe" dan "Java kafe". Selain itu terdapat dua orang lainnya mengalami gejala kebutaan serta delapan orang mengalami gangguan kesehatan seperti mual-mual dan pusing sehingga harus mendapatkan perawatan intensif dari dokter. Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1 berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industry baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. PT. Sumber Jaya Makmur tersebut jelas telah melanggar undang-undang perindustrian. Sanksi terhadap pelanggaran oleh perusahaan tersebut sebagaimana tertulis dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24 ayat 1, yaitu Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (duapuluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Tanggapan saya mengenai studi kasus tersebut diatas adalah jelas bahwa perusahaan tersebut memproduksi minuman keras yang beralkohol lebih dari 10% yang pastinya pun akan berdampak tidak baik bagi tubuh manusia jika mengkonsumsinya. Terlebih perusahaan tersebut tidak mengantongi izin produksi. Hal itu merupakan pelanggaran yang cukup berat dan harus diadili menurut hukum yang berlaku. Pemerintah sebaiknya harus cepat tanggap terhadap masalah-masalah seperti ini. Sebaiknya sebuah perusahaan di Indonesia baik minuman atau makanan harus mempunyai izin terlebih dahulu dari BPOM serta pula mendapat label Halal dari MUI di Indonesia. Dan alangkah baiknya jika kita tidak mengkonsumsi minuman keras karena hal tersebut pun dilarang dalam agama serta tidak baik pula untuk kesehatan kita sendiri.



Sabtu, 02 Juni 2012

TANGGAPAN HAK PATEN


Studi kasus yang dibahas oleh kelompok 3 adalah mengenai pelanggaran hak paten oleh perusahaan mobil ternama kia dan hyundai. Mereka dituduh melanggar hak paten atas teknologi hybrid yang sebelumnya telah ditemukan dan di patenkan oleh paice. Kasus yang serupa juga menimpa perusahaan mobil toyota atas hal yang sama dan kasus tersebut berujung denda yang dibebankan kepada perusahaan toyota sebesar $98 untuk setiap unit yang terjual. Tanggapan dari saya adalah seharusnya kita lebih berhati hati bila mempunyai ide, bila kita mempunyai suatu ide sebaiknya ide tersebut ditelusuri dahulu apakah telah di patenkan oleh orang lain. Karena sutu ide itu dapat muncul pada setiap orang dan kemungkinan bisa sama dengan ide yang muncul dari diri kita. Oleh karena itu sebaiknya setiap ide ataupun temuan yang kita miliki sebaiknya sangatlah penting untuk dipatenkan  agar sewaktu-waktu bila terjadi kecurangan maka dapat ditindak lanjuti dengan jelas, aman dan cepat.


Senin, 21 Mei 2012

Tanggapan Tentang Studi Kasus Hak Cipta “BATIK”


Penjiplakan dalam membuat karya seni batik ini dikarenakan minimnya wawasan para pencipta batik Indonesia mengenai pentingnya pendaftaran Hak Cipta bagi karya seni batik membuat kebiasaan meniru atau menjiplak motif di antara sesama pengrajin.
Sebenarnya Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah mengatur mengenai pendaftaran karya cipta yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Termasuk di dalam lingkup yang dilindungi pendaftarannya adalah karya cipta seni batik. Akan tetapi umumnya para pengusaha batik berpendapat bahwa pendaftaran karya cipta batik bukan merupakan hal yang mendesak. Umumnya mereka mempersoalkan mahalnya biaya pendaftaran, waktu yang lama, dan proses yang berbelit-belit.

Permasalahan pendaftaran Hak Cipta atas karya seni batik, pada dasarnya memiliki kendala yang sama baik ditingkat perusahaan batik maupun ditingkat UKM. Oleh karena itu perlu ditingkatkan upaya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran para pengusaha batik. Upaya yang ditempuh pemerintah pusat melalui Ditjen HKI Departemen Hukum dan HAM RI untuk meningkatkan pendaftaran HKI tampak dengan diberikannya kemudahan pendaftaran yang dapat dilakukan di setiap provinsi sehingga pendaftaran tidak harus dengan datang ke Jakarta. Selain itu perlu juga diupayakan olehPemerintah harus lebih banyak dan lebih kreatif dalam melakukan kegiatan sosialisasi mengenai hak kekayaan intelektual dan khususnya mengenai perlindungan terhadap batik kepada masyarakat, karena sebagian besar masyarakat masih sangat awam dengan itu.